UI Gelar “Napak Tilas” 40 Tahun Studi Belanda di Indonesia

KONGRES INTERNASIONAL
Jumat, 16 April 2010 | 18:08 WIB

http://edukasi.kompas.com/read/2010/04/16/18081247/UI.Gelar.Napak.Tilas.40.Tahun.Studi.Belanda.di.Indonesia-5

JAKARTA, KOMPAS.com – Program Studi Belanda Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia akan menyelenggarakan Kongres Internasional 40 Tahun Program Studi Belanda di Indonesia. Kongres berlangsung sejak 20-24 April 2010 di Kampus FIB, UI, Depok.

Humas FIB UI Barbara E.L Pesulima mengatakan, kongres menyuguhkan tiga tema utama, yaitu Masyarakat Multikultur, Perkembangan Pengajaran Bahasa dan Budaya Belanda, serta Budaya Indis. Adapun para pembicara kongres berasal dari berbagai universitas dalam negeri, yang antara lain UI, Universirtas Padjajaran, Akademi Bahasa Asing 17 Agustus, Universitas Katolik Soegijapranata, serta pembicara dari luar negeri seperti Belanda, Belgia, Afrika Selatan, serta Prancis.

Baca selengkapnya…

Kisah Petualangan Belanda Totok di Hindia Belanda

KoKiNegeriku
CITIZEN JOURNALISM: SIAPA SAJA, MENULIS APA SAJA

Walentina Waluyanti – Holland

http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/3/1488/_kisah_petualangan_belanda_totok_di_hindia_belanda/#883306koki

Menarik melihat bagaimana orang Belanda yang tinggal di Indonesia di abad lampau mengadaptasi kebiasaan pribumi. Kebiasaan memakai bantal guling, kebiasaan tidur siang yang tidak biasa bagi orang Belanda. Juga makan siang dengan menu nasi dan aneka lauk, sementara di Belanda mereka terbiasa makan siang hanya dengan setangkup roti.

Semua itu terekam dalam buku catatan Justus van Maurik, “Indrukken van een Totok”, 1897. Menyebut dirinya seorang Belanda totok, Van Maurik adalah pengusaha pembuat rokok sekaligus penulis di Amsterdam. Dalam bukunya juga disebut beberapa nama makanan tradisional, misalnya sambal hati, sambal oedang, sambal ketimoen, sambal setan, sambal pete, kroepoek, dendeng, terasi. Menu yang disebutnya dalam nama aslinya tadi, tidak berubah sampai sekarang. Dari buku catatannya saya menemukan banyak kepingan Indonesia masa lalu di baliknya.

Baca selengkapnya…

Gagasan yang Menyangga Kolonialisme

Minggu, 07 Februari 2010

http://jawapos.co.id/

Judul Buku: Hindia Belanda: Studi tentang Ekonomi Majemuk
Penulis: J.S. Furnivall
Prolog dan Epilog: Thee Kian Wie dan Poltak Hotradero
Penerbit: Freedom Institute, Jakarta
Cetakan: Pertama, Agustus 2009
Tebal: xxxiv + 544 Halaman

SETELAH hampir 70 tahun diterbitkan kali pertama dalam bahasa Inggris, Netherlands Indie: A Study of Plural Economy (Cambridge University Press, 1939), salah satu karya besar John Syndenham Furnivall ini diterbitkan dalam edisi Indonesia. Di dunia akademik, khususnya di bangku kuliah ilmu sejarah dan politik, sebenarnya nama Furnivall dan karangannya ini sudah dikenal luas, malah hampir mengklasik.
Baca selengkapnya…

Membingkai Kolonialisme Belanda di Seberang Lautan

Achmad Sunjayadi
Minggu, 01 April 2007


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0704/01/Buku/3411889.htm

“Maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Inilah tekad sebuah bangsa yang menyatakan kemerdekaannya dan mencantumkan pernyataan ini dalam pembukaan undang-undangnya.

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Lalu bagaimana kolonialisme? Apakah kolonialisme merupakan salah satu kewajiban (atau hak) bangsa kulit putih yang menjadi beban (white man burdens) untuk “memperadabkan” masyarakat lain yang dianggap belum beradab? Bagaimana pun penjajahan menimbulkan goresan, entah kepedihan ataupun kenangan indah, baik bagi yang menjajah maupun yang dijajah. Dalam konteks itu, buku Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda 1900-1942 karya Frances Gouda turut membingkainya.

Baca selengkapnya…

Belanda: Menghapus Bayang-bayang Masa Lalu

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0703/02/ln/3356951.htm
Jumat, 02 Maret 2007

“Pak Nikolaos siapa yang punya…. Pak Nikolaos siapa yang punya…. Yang punya kita semua….”

Puluhan pelajar SD dan SMP korban bencana banjir di daerah Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, bersama-sama menyanyikan lagu itu pada saat rombongan Duta Besar Belanda untuk Indonesia Nikolaos van Dam tiba di gedung sekolah yang menjadi penampungan korban banjir sementara, 16 Februari lalu.

Seperti halnya negara lain, Pemerintah Kerajaan Belanda juga tidak ketinggalan ikut membantu korban bencana banjir di Jakarta. Bukan hanya berupa bantuan bahan pangan atau sandang, tetapi juga membantu memikirkan rencana antisipasi dan penanganan banjir.

Baca selengkapnya…